I. PENDAHULUAN
Ada beberapa pengertian
reduplikasi menurut berbagai pakar kebahasaan, yaitu:
1.
Pengulangan adalah proes pembentukan kata dengan
mengulang bentuk dasar, baik secara utuh maupun sebagian, baik dengan variasi
fonem maupun tidak. (Soedjito,1995:109)
2.
Proses
pengulangan atau
reduplikasi ialah pengulangan
satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem
maupun tidak. (Ramlan,1985:57)
3.
Proses
pengulangan
merupakan peristiwa pembentukan proes dengan jalan mengulang bentuk dasar, baik
seluruhnya maupun sebagian, baik bervariasi fonem maupun tidak, baik
berkombinasi dengan afiks maupun tidak. (Muslich,1990:48)
4.
Proses
reduplikasi yaitu pengulangan
satuan gramatikal, baik selurunya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem
maupun tidak. Hasil pengulangan
disebut kata ulang, satuan yang diulang merupakan bentuk dasar.
(Solichi,1996:9)
5.
Pengulangan ialah proes perulangan bentuk dasar baik
seluruhnya maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak.
(Soepeno,1982:20)
Jadi, ada pula yang berpendapat bahwa,
reduplikasi ialah proes pembentukan kata, dengan cara mengulang bentuk dasar,
baik secara keseluruhan maupun sebagian, baik baik disertai perubahan bunyi
atau tidak. Proses
reduplikasi ini menghasilkan kata ulang, dan kata ulang ini mempunyai ciri-ciri
tersendiri yang bisa disebut kata ulang. Ciri reduplikasi, masih dibagi menjadi
dua, yaitu ciri khusus reduplikasi dan ciri umum reduplikasi sebagai proes
pembentuk kata
·
Ciri khusus reduplikasi.
1.
Selalu memiliki bentuk dasar dan bentuk dasar kata
ulang selalu ada dalam pemakaian bahasa. Maksud ”dalam pemakaian bahasa” adalah
dapat dipakai dalam konteks kalimat dan ada dalam kenyataan berbahasa.
Contoh:
Kata
Ulang
|
Bentuk Dasar
|
Mengata-ngatakan
|
Mengatakan, bukan mengata
|
Menyatu-nyatukan
|
Menyatukan, bukan menyatu (sebab tidak sama
dengan kelas kata ulangnya)
|
Melari-larikan
|
Melarikan, bukan melari
|
Mempertunjuk-tunjukan
|
Mempertunjukkan, bukan mempertunjuk
|
Bergerak-gerak
|
Bergerak, bukan gerak (sebab kelas katanya
berbeda dengan kata ulangnya)
|
Berdesak-desakkan
|
Berdesakan, bukan berdesak
|
2.
Ada
hubungan semantis atau hubungan makna antara kata ulang dengan bentuk dasar.
Arti bentuk dasar kata
ulang selalu berhubungan dengan arti kata ulangnya. Ciri ini sebenarnya untuk
menjawab persoalan bentuk kata
yang secara fonemis berulang, tetapi bukan merupakan hasil proes pengulangan.
Contoh:
§ Bentuk
alun bukan merupakan bentuk dasar dari kata alun-alun.
§ Bentuk
undang bukan merupakan bentuk dasar dari kata undang-undang.
3.
Pengulangan pada umumnya tidak mengubah golongan kata atau kelas kata. Apabila suatu kata ulang berkelas kata benda, bentuk dasarnya
pun berkelas kata
benda. Begitu juga, apabila kata
ulang itu berkelas kata
kerja, bentuk dasarnya juga berkelas kata kerja. Lebih jelasnya, jenis kata kata ulang, sama dengan
bentuk dasarnya.
Contoh:
Kata
Ulang
|
Bentuk Dasar
|
Gedung-gedung (kata benda)
|
Gedung (kata benda)
|
Sayur-sayuran (kata benda)
|
Sayur (kata benda)
|
Membaca-baca (kata kerja)
|
Membaca (kata kerja)
|
Berlari-lari (kata kerja)
|
Berlari (kata kerja)
|
Pelan-pelan (kata sifat)
|
Pelan (kata sifat)
|
Besar-besar (kata sifat)
|
Besar (kata sifat)
|
Tiga-tiga (kata bilangan)
|
Tiga (kata bilangan)
|
·
Ciri umum reduplikasi sebagai proses pembentukan kata.
1.
Menimbulkan makna gramatis.
2.
Terdiri lebih dari satu morfem (Polimorfemis).
Dari beberapa ciri tersebut, dapat di
klasifikasikan beberapa jenis kata
ulang. Ada dua
jenis kata ulang,
yaitu kata ulang
murni dan kata ulang
semu, sebagaimana berikut:
·
Kata
ulang murni, adalah kata
ulang yang masih dapat dipisah menjadi bentuk yang lebih kecil dan mempunyai
bentuk dasar. berdasarkan bentuk proes pengulangannya,ada tiga macam kata ulang murni, yaitu:
1.
Kata
ulang utuh, adalah kata
ulang yang diulang secara utuh.
Contoh: gedung + { R
} = gedung-gedung.
2.
Kata
ulang sebagian, adalah kata
ulang yang pada proes pengulangannya hanya sebagian dari bentuk dasar saja yang
diulang.
Contoh: berjalan + {
R } = berjalan-jalan
3.
Kata
ulang berimbuhan, adalah kata
ulang yang mendapatkan imbuhan atau kata ulang yang telah diberi afiks. Baik itu prefiks,
infiks maupun sufiks.
Contoh: mobil + { R
} = mobil-mobil + an = mobil-mobilan.
4.
Kata
ulang berubah bunyi, adalah kata
ulang yangberubah bunyi dari bentuk dasarnya setelah terjadinya proes pengulangan.
Contoh:
sayur + { R } = sayur-mayur
·
Kata
ulang semu, sebenarnya bukan kata
ulang tetapi menyerupai kata
ulang karena bentuk dasarnya sudah seperti itu.
Contoh:
mondar-mandir, compang-camping, onde-onde.
II. PEMBAHASAN
1.
Kata
Ulang Semu
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas,
bahwa kata ulang
semu sebenarnya bukanlah bentuk dari proes pengulangan, karena bentuk itu sendiri sudah
merupakan bentuk dasarnya. Lantas mengapa dikelompokkan ke dalam kata ulang? Hal itu karena
berdasarkan bentuknya, bentuk -bentuk tersebut masih termasuk ke dalam kata ulang. Seperti yang
telah dijelaskan di atas, bentuk-bentuk yang di maksud adalah seperti:
mondar-mandir
compang-camping
kocar-kacir
kupu-kupu
gado-gado
onde-onde
Namun, Soedjito hanya mengelompokkan
bentuk- bentuk seperti kupu-kupu, onde-onde, dan gado-gado saja dalam kata ulang semu. Sedangkan mondar-mandir,
compang-camping, dan kocar-kacir, Soedjito mengelompokkannya dalam bentuk kata ulang berubah bunyi,
hanya saja bentuk dasarnya tidak diketahui.
2.
Kata
Ulang Berimbuhan
Banyak yang mengira bahwa kata ulang
berimbuhan adalah kata ulang yang terdapat afiks di dalamnya seperti berjalan-jalan,
tumbuh-tumbuhan, tulis-menulis. Bentuk-bentuk tersebut bukan merupakan kata ulang berimbuhan, tetapi
bentuk itu termasuk dalam kata ulang sebagian. Karena, yang diulang hanyalah
sebagian dari bentuk dasarnya saja.
Kata
Ulang
|
Bentuk Dasar
|
berjalan-jalan
|
berjalan
|
tumbuh-tumbuhan
|
tumbuhan
|
tulis-menulis
|
menulis
|
Kata ulang berimbuhan yang
dimaksud adalah kata ulang yang mendapatkan afiks setelah proes pengulangan.
Contoh:
mobil
→ mobil-mobil → mobil-mobilan
gunung
→ gunung-gunung → gungung-gunungan
orang
→ orang-orang → orang-orangan
anak
→ anak-anak → anak-anakan
kereta
→ kereta-kereta → kereta-keretaan
Namun, Menurut Ramlan proes tersebut
dinilai tidak mungkin jika dilihat dari faktor makna. Pengulangan bentuk dasar kereta
menjadi kereta-kereta menyatakan makna ’banyak’, sedangkan pada kereta-keretaan
tidak terdapat makna ’banyak’. Yang ada makna ’sesuatu yang menyerupai bentuk
dasar’. Jelaslah bahwa satu-satunya kemungkinan ialah kata kereta-keretaan
terbentuk dari bentuk dasar kereta yang diulang dan mendapat afiks -an.
mobil
→ mobil-mobilan
gunung
→ gungung-gunungan
orang
→ orang-orangan
anak
→ anak-anakan
kereta
→ kereta-keretaan
Demikian juga kata-kata kehitam-hitaman, keputih-putihan, kemerah-merahan,
sejelek-jeleknya, setinggi-tingginya, sedalam-dalamnya, dan sebagainya,
juga terbentuk dengan cara yang sama sebagaimana cara di atas, yaitu dengan pengulangan dan pembubuhan
afiks pada bentuk dasarnya:
hitam
→ kehitam-hitaman
putih
→ keputih-putihan
merah
→ kemerah-merahan
jelek
→ sejelek-jeleknya
tinggi
→ setinggi-tingginya
dalam
→ sedalam-dalamnya
Proses pembentukan kata ulang berimbuhan seperti ini, sebenarnya sama dengan kereta
menjadi kereta-kereta dan ditambahui imbuhan -an. Hanya saja, bentuk kereta-keretaan
tidak berasal dari kereta-kereta yang diberi imbuhan -an, karena secara
makna keduanya tidak ada kesamaan.
3.
Kata
Ulang Berubah bunyi
Kata ulang yang pengulangannya termasuk dalam golongan ini
sebenarnya sangat sedikit. Di samping bolak-balik terdapat kata kebalikan,
sebaliknya, dibalik, dan membalik. Dari perbandingan itu, dapat disimpulkan
bahwa kata bolak-balik
terbentuk dari bentuk dasar balik yang diulang seluruhnya dengan
perubahan bunyi dari /a/ menjadi /o/, dan dari /i/ menjadi /a/. Contoh lain
dari kata ulang
berubah bunyi ini, seperti:
gerak
→ gerak-gerik
serba
→ serba-serbi
robek
→ robak-rabik
Di
samping perubahan bunyi vokal seperti contoh di atas, terdapat pula perubahan
bunyi konsonan, seperti:
lauk
→ lauk-pauk
ramah
→ ramah tamah
sayur
→ sayur-mayur
tali
→ tali-mali
Ramlan memberikan contoh-contoh seperti kata-kata di atas tentang bentuk kata ulang berubah bunyi.
Sedangkan kata-kata seperti, simpang-siur,
sunyi-senyap, beras petas, tidak termasuk ke dalam golongan kata ulang berubah bunyi.
Menurut Ramlan, kata-kata itu tidak dimasukan ke
dalam golongan kata
ulang berubah bunyi karena, siur bukanlah perubahan dari simpang,
senyap bukan perubahan dari sunyi, dan petas bukan pula
perubahan dari beras. Bentuk-bentuk seperti ini tidak termasuk dalam kata ulang berubah bunyi,
tetapi bentuk-bentuk seperti itu adalah bagian dari kata majemuk yang salah satu morfemnya berupa
morfem unik.
Jadi, pada kata ulang berubah bunyi ini, perubahan bunyinya
tidak terlalu banyak dan bunyinya berhubungan dengan bunyi pada bentuk
dasarnya.
III.PENUTUP
Pemakaian bahasa mengalami banyak
perubahan dari setiap massa.
Hal itu tidak luput dari semakin berkembangnya teknologi yang diikuti pula oleh
perkembangan-perkembangan di bidang lain, bahasa salah satunya.
Banyak jenis, macam, dan versi tentang
pemakaian bahasa yang benar dan tepat. Tetapi, dari semua itu akan muncul tata
cara berbahasa yang baru, memberikan revisi bagi pemakaian bahasa yang dianggap
sudah tidak sesuai lagi dengan perkembnagan zaman. Oleh karena itu, perlu
diadakannya sebuah konferensi atau persetujuan untuk menentukan
standard-standard dan tata cara berbahasa dengan baik dan benar.
Demi menghindari adanya kesalahan atau
kerancuan dalam berbahasa, disarankan bagi pengguna bahasa untuk menggunakan
tata cara yang umum dan banyak digunakan oleh masyarakat. Namun, para pengguna
bahasa juga harus mengoreksi lagi, apa tata cara tersebut sesuai dengan stadard
dan tata cara yang telah disepakati dalam konferensi. Pemakaian bahasa yang
umum belum tentu benar, justru karena pemakaiannya yang telah menyeluruh itu
kesalahannya jadi tidak tampak.
DAFTAR PUSTAK
Alisjahbana,
S. Takdir. 1980. Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat.
Keraf,
Gorys. 1980. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa Indah.
Muslich,
Masnur. 1990. Tata Bentuk Bahasa Indonesia Kajian ke Arah Tata Bahasa
Deskriptif. Malang: YA 3 Malang.
Rustamaji.
2005. Panduan Belajar SMA Kelas 3. Jakarta:
Primagama.
Sepeno.1982.
Inti Bahasa Indonesia. Solo: Depdikbud.
Solichi,
Mansur. 1996. Hand-Out Morfologi. Malang: IKIP Malang.
Soedjito. 1995. Morfologi Bahasa Indonesia. Malang: IKIP Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar