Senin, 12 November 2012

fonologi bahasa indonesia



FONOLOGI.

A.    Pengerian Fonologi
Fonologi adalah ilmu bahasa yang membahas tentang alat ucap manusia, dan di Bidang linguistic fonologi adalah ilmu yang mempelajari, menganalisis dan membicarakan runtunan bunyi-bunyi bahasa. Menurut objek studinya, fonologi dibagi menjadi:


Fonetik
Fonetik yaitu cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi itu mempunyai fungsi sebagai pembeda makna/tidak. Fonetik akan berusaha mendeskripsikan perbedaan bunyi-bunyi itu serta menjelaskan sebab-sebabnya. Beberapa urutan terjadinya proses fonetik sebagai berikut;

a.       Fonetik artikulatoris disebut juga fonetik organis/fonetik fisiologis
Mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan. Dan fonetik artikulatoris adalah jenis fonetik yang paling berurusan dengan dunia linguistik karena fonetik ini berkenaan dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapkan manusia.

b.      Fonetik akustik
yaitu memperlajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam. Bunyi-bunyi itu diselidiki frekuensi getarannya, amplitudonya, intensitasnya dan timbrenya. Dan fonetik akustik ini lebih berkenaan dengan bidang fisika.

c.       Fonetik auditoris
mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita. Dan fonetik auditoris ini lebih berkenaan dengan bidang kedokteran.
           
B.     Klasifikasi Vokal
Bunyi vokal biasanya diklasifikasikan dan diberi nama berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut. Posisi lidah bisa bersifat vertikal bisa bersifat horizontal. Secara vertikal dibedakan adanya vokal tinggi (I dan u), vokal tengah (e dan o) dan vokal rendah (a). Secara horizontal dibedakan adanya vokal depan (i dan e), vokal pusat (ә), dan vokal belakang (u dan o).

C.    Diftong dan Vokal Rangkap
Disebut diftong atau vokal rangkap karena posisi lidah ketika memproduksi bunyi ini pada bagian awalnya dan bagian akhirnya tidak sama. Diftong sering dibedakan berdasarkan letak atau posisi unsur-unsurnya, sehingga dibedakan adanya diftong naik dan diftong turun. Diftong naik atau diftong turun ditentukan berdasarkan kenyaringan (sonoritas) bunyi itu.


D.    Klasifikasi Konsonan
Bunyi-bunyi konsonan biasanya dibedakan berdaasarkan tiga patokan atau kriteria, yaitu posisi pita suara, tempat artikulasi, dan cara artikulasi. Tempat artikulasi tidak lain daripada alat ucap yang digunakan dalam pembentukan bunyi itu. Berdasrkan tempat artikulasinyakita mengenal antara lain, konsonan :

1.      bilabial, yaitu konsonan yang terjadi pada kedua belah bibir bawah merapat pada bibir atas. Yang termasuk konsonan bilabial ini adalah bunyi [b], [p], dan [m].

2.      labiodental, yakni konsonan yang terjadi pad gigi bawah dan bibir atas; gigi bawah merapat pada bibir atas. Yang termasuk konsonan labiodental adalah bunyi [f] dan [v].

3.      laminoalveolar, yaitu konsonan yang terjadi pada daun lidah dan gusi; dalam hal ini, daun lidah menempel pada gusi. Yang termasuk konsonan laminoveolar adalah bunyi [t] dan [d].

4.      dorsovelar, yaitu konsonan yang terjadi pada pangkal lidah dan velum atu langit-langit lunak. Yang termasuk konsonan dorsovelar adalah bunyi [k] dan [g].


E.     Unsur Suprasegmental
Dalam arus ujaran itu ada bunyi yang dapat disegmentasikan, sehingga disebut bunyi segmental; tetapi yang berkenaan dengan keras lembut, panjang pendek, dan jeda bunyi tidak dapat disegmentasikan. Bagian dari bunyi tersebut disebut bunyi suprasegmental atau prosodi.

F.     Tekanan atau Stres
Tekanan menyangkut masalah keras lunaknya bunyi. Suatu bunyi segmental yang diucapkan dengan arus udara yang kuat sehingga menyebabkan amplitudonya melebar, pasti dibarengi dengan tekanan keras. Sebaliknya, sebuah bunyi segmental yang diucapkan dengan arus udara yang tidak kuat sehingga amplitudonya menyempit, pasti dibarengi dengan tekanan lunak.


Fonemik
Fonemik yaitu cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna.

1.      Alofon
 Alofon-alofon dari sebuah fonem mempunyai kemiripan fonetis, artinya banyak mempunyai kesamaan dalam pengucapannya. Tentang distribusinya, mungkin bersifat komplementer atau bebas. Distribusi komplementer atau saling melengkapi adalah distribusi yang tempatnya tidak bisa dipertukarkan, meskipun diperlukan tidak akan menimbulkan perbedaan makna, sifatnya tetap pada lingkungan tertentu. Sedangkan distribusi bebas adalah bahwa alofon-alofon itu boleh digunakan tanpa persyaratan lingkungan bunyi tertentu. Alofon adalah realisasi dari fonem. Fonem bersifat abstrak karena fonem itu hanyalah abstraksi dari alofon atau alofon-alofon itu.

2.      Perubahan Fonem
Ucapan sebuah fonem dapat berbeda-beda sebab sangat tergantung pada lingkungannya, atau ada fonem-fonem lain yang berada di sekitarnya. Namun, perubahan yang terjadi pada kasus fonem /o/ bahasa Indonesia itu bersifat fonetis, tidak mengubah fonem /o/ itu menjadi fonem lain.

3.      Fonem dan Grafem
Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang fungsional atau dapat membedakan makna kata. Ini dapat dicari dari dua buah kata yang mirip, yang memiliki satu bunyi yang berbeda. Fonem dianggap sebagai konsep abstrak. Dalam studi fonologi, alofon-alofon yang merealisasikan sebuah fonem itu dapat dilambangkan secara akurat dalam wujud tulisan atau transkripsi fonetik. Yang paling tidak akurat adalah transkripsi ortografis, yakni penulisan fonem-fonem suatu bahasa menurut sistem ejaan yang berlaku pada suatu bahasa.


MORFOLOGI
A.    Pengertian Morfologi
Morfologi adalah bagian dari tata bahasa yang membahas tentang bentuk-bentuk, disini harus membandingkan bentuk tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain. Kalau bentuk tersebut ternyata bisa hadir secara berulang-ulang dengan bentuk lain, maka bentuk tersebut adalah sebuah morfem, Jadi kesamaan arti dan kesamaan bentuk merupakan ciri atau identitas sebuah morfem.

B.     Identifikasi Morfem
Untuk menentukan sebuah bentuk adalah morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain.
Kalau bentuk tersebut bisa hadir secara berulang-ulang dengan bentuk lain, maka bentuk tersebut adalah sebuah morfem.

Contoh 1: Kedu, Kelima,Ketiga, Bentuk ke pada daftar di atas mempunyai makna yang sama, yaitu menyatakan tingkat atau derajat. Dengan demikian bentuk ke pada daftar di atas disebut sebagai morfem.

Contoh 2 : Ke pasar, Ke kampus,Ke dapur,Contoh ke pada daftar di atas mempunyai makna yang sama, yaitu menyatakan arah atau tujuan. Dengan demikian ke pada daftar di atas adalah sebuah morfem.



C.    Morf dan Alomorf
Morf dan Alomorf adalah dua buah nama untuk sebuah bentuk yang sama.

a.       Morf adalah nama untuk semua bentuk yang belum diketahui statusnya.

b.      Alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui status morfemnya, atau dapat disebut juga bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama. Contoh: melihat, membawa, mendengar, menyanyi, menggali, mengelas.

Pada contoh tersebut terdapat kesamaan makna walaupun bentuk agak berbeda dari bentuk me –, mem –, men –, meny –, meng –, menge –. Bentuk-bentuk ini disebut sebagai alomorf dan disebut morfem meN – (dibaca: me – nasal; N besar melambangkan nasal).

Morfem awalan me- dalam bahasa Indonesia mempunyai beberapa buah morfem, yaitu : me-, mem-, meny-, dan menge-, distribusinya :

a.       me- : melihat  pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /l/
merasa : pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /r/

b.      mem- : membaca  pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /b/
membantu: pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /p/

c.       men- : mendengar pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /d/
menduda : pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /t/

d.      meny- : menyanyi  pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /s/
menyikat : pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /s/

e.       meng- : menggali pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /g/
menggoda : pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /k/

f.       menge- : mengelas  pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan e kasuku
mengetik  pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan e kasuku


D.    Klasifikasi Morfem
Morfem dalam setiap bahasa dapat diklasifikasikan berdasarkan kebebasannya, keutuhannya, maknanya, sebagai berikut:
1.      Morfem BebasMorfem bebas
adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Contoh: pulang, makan, rumah, dan bagus.
2.      Morfem terikat.
adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan. Contoh:  Semua afiks dalam bahasa Indonesia adalah morfem terikat.

3.. Morfem utuh
adalah morfem yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Contoh: {meja}, {kursi}, {kecil}, {ter – }, {ber – }, {henti}.

4.      Morfem Terbagi
adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua buah bagian yang terpisah. Contoh: kesatuan → terdiri dari satu morfem utuh yaitu {satu} dan satu morfem terbagi yakni {ke – / – an} N



SINTAKSIS

A.    Pengertian sintaksis
Morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut tata bahasa dan gramatikal. Karena perbedaan keduanya tidak terlihat jelas maka muncul morfosintaksis. Morfosintaksis adalah gabungan dari morfologi dan sintaksis, untuk menyebut keduanya sebagai bidang satu pembahasan. Morfologi membicarakan struktur internal kata, sedangkan sintaksis membicarakan kata dalam hubungannya dengan kata lain sebagai suatu satuan ujaran.
Sintaksis berasal dari bahasa Yunani yaitu “Sun” = dengan, “Tattein” = menempatkan. Sintaksis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata/kalimat.
Pembahasan dalam sintaksis :

1)      Struktur sintaksis, mencakup masalah fungsi, kategori, dan pesan sintaksis serta alat-alat yang digunakan dalam membangun struktur itu.
2)      Satuan-satuan sintaksis yang berupa kata, frase, klausa, kaliman dan wacana.
3)      Hal-hal yang berkenaan dengan sintaksis, seperti masalah modus, aspek, dsb.


B. STRUKTUR SINTAKSIS
Ada beberapa kelompok dalam sintaksis

1.      Kelompok pertama yaitu subyek, predikat, obyek dan keterangan adalah kelompok fungsi sintaksis.
2.      Kelompok kedua yaitu nomina, verba, ajektiva dan numeralia adalah peristilahan dengan kategori sintaksis.
3.      Kelompok ketiga yaitu pelaku, penderita dan penerima adalah peristilahan yang berkenaan dengan peran sintaksis.

Menurut Verhaar (1978) fungsi sintaksis terdiri dari S, P, O, K merupakan kotak-kotak kosong atau tempat kosong yang tidak mempunyai arti apa-apa karena kekosongannya. Contoh: Nenek melirik kakek tadi pag i=S P O K


Nomina verba nomina nomina

Kata nenek memiliki peran “pelaku” atau agentif, melirik mempunyai peran “aktif”, kakek memiliki peran “sasaran”, tadi padi memiliki peran “waktu”.

Fungsi sintaksis tidak harus selalu berurutan S, P, O, dan K.

Urutannya harus selalu tidak adalah fungsi P dan O. Keempat fungsi itu tidak harus selalu ada pada setiap fungsi sintaksis. fungsi-fungsi mana yang bisa tidak muncul dan fungsi-fungsi mana yang harus selalu muncul, sehingga konstruksi tersebut bisa disebut sebagai sebuah struktur sintaksis.

Menurut chafe (1970) menyatakan bahwa yang paling penting dalam struktur sintaksis adalah fungsi predikat. Bagi Chafe predikat harus berupa verba, atau kategori lain yang diverbakan. Verba yang transitif memunculkan fungsi obyek dan verba yang menyatakan lokasi dan akan pula memunculkan fungsi keterangan yang berperan lokatif. Dalam bahasa Indonesia urutan kata sangat penting tapi dalam bahasa Latin urutan kata tidak diperlukan karena yang memegang peranan penting dalam sintaksis bukan urutan tapi bentuk katanya.

sintaksis  dalam bahasa tulis tidak dapat digambarkan secara akurat dan teliti sehingga timbul salah paham dalam intonasi. Intonasi dalam bahasa Indonesia itu penting untuk memahami dari suatu kalimat. Contoh: Kucing / makan tikus mati. Akan berbeda arti dari :Kucing makan tikus / mati

Kesalahanpahaman terhadap suatu konstruksi sebagai akibat dari kesalahan dalam pemberian tekanan. Konstruksi ambigu/ganda adalah konstruksi yang bisa bermakna ganda sebagai akibat dari tafsiran gramatikal yang berbeda.

C.    Kata Sebagai Satuan Sintaksis
Dalam tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang menjadi komponen pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar yaitu frase. Ada 2 macam kata : kata penuh (full word) dan kata tugas (function word). Kata penuh adalah kata yang secara leksikal memiliki makna, mempunyai kemungkinan untuk mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup dan tidak dapat bersendiri sebagai sebuah satuan tuturan.

Kata tugas adalah kata yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup dan tidak dapat bersendiri.
Kata penuh : nomina, verba, adverbia, dan numeralia, ajektifa.
Kata tugas : kata-kata yang berkategori preposisi dan konjungsi
Kata tugas selalu terikat kata yang ada di belakangnya.

Kata-kata yang termasuk kata penuh dapat mengisi salah satu fungsi sintaksis dapat pula berdiri sendiri sebagai jawaban, atau kalimat perintah atau kalimat minor lainnya


D.    Pengertian Frase
Frase adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif atau lazim disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. karena frasa adalah satuan gramatikal bebas terkecil, maka frase berupa morfem bebas, bukan morfem terikat. Frase tidak terdiri dari subyek – predikat atau predikat – objek. Karena frase merupakan salah satu fungsi sintaksis maka frase tidak dapat dipindah sendirian harus digunakan secara keseluruhan. Contoh: kamar mandi, tidak boleh dipisah kamar dan mandi.
Perbedaan frase dan kata majemuk yaitu :

·   Kata majemuk: komposisi yang memiliki makna baru atau memiliki satu makna,           merupakan morfem terikat.

·   Frase : tidak memiliki makna baru melainkan merupakan fungsi sintaksis dan makna    gramatikal, merupakan morfem bebas yang benar-benar berstatus kata.
Contoh:     - Meja hijau : pengadilan (kata majemuk)
                  - Meja saya : saya punya meja (frase)

E.     Jenis Frase

1.      Frase Eksontrik
      Adalah frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengankeseluruhannya. Frase ini dapat mengisi fungsi keterangan. Contoh: Ayah berdagang di pasar. Komponen di- maupun komponen pasar tidak dapat berdiri sendiri mengisi kata keterangan.

Frase Eksosentrik dibedakan menjadi 2:

a.       Frase eksosentrik yang direktif,  komponen pertamanya berupa preposisi seperti di, ke, dan dari, komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata yang berkategori nomina. Karena komponen pertama berupa preposisi maka disebut juga frase preposisional.Contoh: di pasar, dari kertas

b.      Frase eksosentrik nondirektif: komponen pertamanya artikulus (sebutan) komponen ke dua berupa kata/kelompok kata kategori nomina, ajektifa, atau verba. Misal: si miskin, sang mertua.
2.      Frase Endosentrik
adalah frase yang salah satu unsurnya atau komponennya memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya (satu komponen dapat menggantikan keseluruhannya) Contoh: Harga buku itu murah sekali. Kata lain dari frase endosentrik (modifikatif) yaitu frase subordinatif karena salah satu komponennya yaitu yang merupakan inti frase berlaku sebagai komponen atasan, komponen lainnya : komponen yang membatasi (komponen bawahan) Contoh: sedang membaca teh celup



Frase dilihat dari kategori intinya yaitu :
a.       Frase nominal : frase endosentrik yang intinya berupa nomina atau pronomina. Contoh: sepeda motor.
b.      Frase verbal : frase yang intinya berupa kata verba.
Contoh: sudah mandi, sedang makan.
c.       Frase ajektiva : frase endosentrik yang intinya berupa kata ajektiva
Contoh: sangat cantik, merah jambu, dll.
d.      Frase numeralia : frase endosentrik yang intinya berupa kata numeral
Contoh: tiga belas, dua puluh, dll.

3.      Frase koordinatif
Adalah frase yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama atau sederajat dan secara potensial dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinatif baik yang tunggal seperti: dan, atau, maupun konjungsi terbagi seperti baik . . . baik, makin . . . makin, dan baik . . . maupun. Contoh: sehat dan kuat, makin terang makin baik, dll. Frase koordinatif tidak menggunakan konjungsi secara eksplisit disebut frase parataksis. Contoh: hilir mudik, sawah ladang, dll.

4.      Frase Apositif
Adalah frase koordinatif yang kedua komponennya saling merujuk sesamanya dan oleh karena itu urutan komponen dapat dipertukarkan. Contoh:
1.      Pak Ahmad, guru saya, rajin sekali
2.      Guru saya, Pak Ahmad, rajin sekali.

F.     Perluasan Frase
Frase dapat diperluas artinya frase dapat diberi tambahan komponen baru sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan ditampilkan.
Contoh:           FKereta api

                        FKereta api ekspres

                        FKereta api ekspres malam

Faktor yang menyebabkan perluasan frase :

1.      Harus disesuaikan dengan konsep atau pengetahuan yang ditampilkan
2.      Karena pengungkapan konsep kala, modalitas, aspek, jenis, jumlah, ingkar dan pembatas tidak dinyatakan dalam afiks seperti bahasa fleksi melainkan dinyatakan dengan unsur leksikal.
3.      Keperluan untuk memberi deskripsi terperinci terhadap suatu konsep.

G.    KLAUSA
Klausa adalah runtunan kata-kata yang berkonsentrasi predikatif. Artinya di dalam konstruksi itu ada komponen berupa kata atau frase yang berfungsi sebagai predikat dan lain sebagai subyek, sebagai objek dan sebagai keterangan.

Klausa Verbal adalah klausa yang predikatnya berkategori verba. Berdasarkan tipe verba. Klausa verbal dibagi yaitu:

1)      Klausa transitif : klausa yang predikatnya berupa verba transitif.
      Contoh: nenek menulis surat.

2)      Klausa intransitif : klausa yang predikatnya berupa verba intransitif
      Contoh: adik menangis.

3)      Klausa refleksif : klausa yang predikatnya berupa verba refleksi
      Contoh: kakek sedang mandi

4)      Klausa resiprokal : klausa yang predikatnya berupa verba resiprokal
      Contoh: keduanya bersalaman.

Klausa nominal adalah klausa yang predikatnya berupa nominal/frase nominal. Contoh: dia dulu dosen di UNRI. Tapi kalimat yang menggunakan kata adalah / ialah bukan merupakan klausa nominal tetapi verba kopula.

1.      Klausa ajektiva adalah klausa yang predikatnya berupa ajektiva.

2.      Klausa adverbial adalah klausa yang predikatnya berupa adverbia. Contoh: bandelnya teramat sangat.

3.      Klausa preposisional adalah klausa yang predikatnya berupa frase preposisi.

4.      Klausa numeral adalah klausa yang predikatnya berupa kata/frase numeralia.

5.      Klausa berpusat adalah klausa yang subyeknya terikat pada predikatnya

H.    KALIMAT
Kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar yang biasanya berupa klausa, dilengkapi konjungsi, serta disertai intonasi final.

Jenis Kalimat

1.      Kalimat Inti dan Kalimat Non Inti
Kalimat inti (kalimat dasar) adalah kalimat yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap bersifat deklaratif, aktif atau netral dan afirmatif.

Kalimat inti + proses transformasi = kalimat non inti, Kalimat noninti terjadi karena kalimat inti ditambah proses transformasi.

2.      Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri dari satu klausa. Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri dari 2 klausa atau lebih.

Kalimat majemuk dibagi menjadi 3 :

a.       Kalimat majemuk koordinatif adalah kalimat majemuk yang klausa-klausanya memiliki status yang sama atau sederajat.

b.      Kalimat majemuk subordinatif adalah kalimat majemuk yang klausa-klausanya memiliki status tidak sederajat. Konjungsinya: kalau, ketika, meskipun, karena, namun.

c.       Kalimat majemuk kompleks adalah kalimat majemuk yang terdiri dari 3 klausa atau lebih, mengandung kalimat majemuk koordinatif dan subordinatif.

3.      Kalimat mayor adalah kalimat yang klausanya sekurang-kurangnya memiliki memiliki unsur subyek dan predikat.

4.      Kalimat minor adalah kalimat yang klausanya hanya terdiri subyek saja, predikat, obyek atau keterangan saja. biasanya merupakan jawaban suatu pertanyaan.

5.      Kalimat verbal adalah kalimat yang predikatnya berupa kata/frase yang berkategori verba.Kalimat verbal ada bermacam-macam jenis antara lain:

a.    Kalimat transitif adalah kalimat yang predikatnya berupa verba yang biasanya diikuti oleh sebuah obyek kalau verba tersebut bersifat monotransitif dan diikuti oleh 2 obyek kalau verba tersebut bersifat bitransitif.

b.      Kalimat intransitif adalah kalimat yang predikatnya berupa verba yang tidak memiliki objek.

6.      Kalimat aktif adalah kalimat yang predikatnya berupa kata kerja aktif, ditandai dengan prefiks me- dan memper-

7.      Kalimat pasif adalah kalimat yang predikatnya berupa kata kerja pasif, ditandai dengan prefiks di- dan diper-

8.      Kalimat aktif anti pasif dan kalimat pasif anti aktif karena adanya kalimat aktif yang tidak bisa dipasifkan dan kalimat pasif yang tidak bisa diaktifkan.

9.      Kalimat dinamis adalah kalimat yang predikatnya berupa verba yang secara semantis menyatakan tindakan atau gerakan.

10.  Kalimat nonverba adalah kalimat yang predikatnya bukan verba.

11.  Kalimat bebas dan kalimat terikat
Kalimat bebas adalah kalimat yang mempunyai potensi untuk menjadi ujaran lengkap atau dapat memulai sebuah paragraf atau wacana tanpa bantuan kalimat atau konfeks lain yang menjelaskannya.

Kalimat terikat adalah kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai ujaran lengkap atau menjadi pembuka paragraf atau wacana tanpa bantuan konteks konjungsi yang digunakan maknanya, oleh karena itu dan jadi.

I.       Intonasi Kalimat
Tekanan, nada, atau tempo bersifat fonemis pada bahasa tertentu. Artinya : ketiga unsur suprasegmental dapat membedakan makna kata karena berlaku sebagai fonem. Dalam bahasa Indonesia intonasi hanya berlaku pada tataran sintaksis.
Intonasi merupakan ciri utama yang membedakan sebuah kalimat dari sebuah klausa sebab bisa dikatakan kalimat minus intonasi sama dengan klausa, jadi jika sebuah kalimat ditanggalkan bisa menjadi klausa. Contoh intonasi,Bacalah buku itu !. Tekanan berbeda menyebabkan intonasi yang berbeda sehingga menimbulkan arti yang berbeda pula.

J.      WACANA
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.Kekoherensian yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana tersebut.

Kekoherensian wacana dilakukan dengan :
1.      Mengulang kata kunci
2.      Menggunakan konjungsi
3.      Menggunakan kata ganti

      Jenis Wacana
Jenis wacana berkenaan sarananya:
1.      Wacana lisan
2.      Wacana tulisan

Jenis wacana dilihat dari penggunaan bahasa
1.      Wacana prosa
2.      Wacana puisi

Wacana puisi ini dilihat dari penyampaian isinya dibedakan menjadi:

1.      Wacana narasi bersifat menceritakan sesuatu topik atau hal.
2.      Wacana eksposisi bersifat memaparkan topik atau fakta.
3.      Wacana persuasi bersifat mengajak, menganjurkan atau melarang.
4.      Wacana argumentasi bersifat memberi argumen atau alasan terhadap sesuatu hal.




Etimologi
A.    Pengerian Etimologi
Etimologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perubahan dan perkembangan bentuk kata. Proses pembentukan atau perubahan kata dengan segala masalahnya disebut dengan gejala bahasa.
Macam-Macam Perubahan Bentuk Kata
1.      Asimilasi
Asimilasi adalah penyamaan dua fonem yang berbeda menjadi sejenis.
Contoh:     FAlsalam → assalam → asalam
                  FInmoral → immoral → imoral

2.      Desimilasi
Perubahan dari dua fonem yang sama menjadi tidak sama
Contoh :    FCitta → cipta
                  FSajjana → sarjana

3.      Diftongisasi
Proses suatu monoftong menjadi diftong
Contoh :    FTeladan → Tauladan
                  FAnggota → Anggauta

4.      Monoftongisasi
Contoh :    FPantai → Pante
                  FPulau → Pulo

5.      Sandi
Pengubahan dua vokal yang bukan diftong menjadi satu
Contoh:     FSesajian → Sesajen
                  FKeratuan → Keraton

6.      Hapologi
Pengubahan dua kata menjadi satu dengan menghilangkan satu silabis/suku kata ditengah kata tersebut.
Contoh :    FBagai ini → begini
                  FTidak ada → tiada

7.      Metatesis
Pertukaran letak fonem dalam suatu kata.
Contoh :    FApus → usap → sapu
                  FLebat → tebal
                  FBanteras → berantas

8.      Adaptasi
Penyesuaian struktur bahasa asal ke dalam bahasa Indonesia
Contoh :    FVoorschot → persekot
                  FVanijjya → berniaga

9.      Kontaminasi
Bentuk bahasa, yaitu dari dua ungkapan yang beelainan diturunkan suatu ungkapan baru yang rancu.
Contoh :    FMembungkukkan kepala
                  FBerulangkali


SEMANTIK
A.    Pengertian Semantik
Semantik dengan objeknya yakni makna merupakan unsur yang berada di semua tataran yang bangun-membangun menyatakan bahwa semantik merupakan salah satu komponen dari tata bahasa (dua komponen lain adalah Sintaksis dan Fonologi), dan makna kalimat sangat ditentukan oleh komponen ini.

B.     Hakikat Makna
Menurut Ferdinand de Saussure setiap tanda linguistik terdiri dari komponen signifian atau “yang mengartikan” yang berwujud runtutan bunyi, dan komponen signifie atau “yang diartikan” berupa pengertian atau konsep.Umpamanya tanda linguistik berupa meja dapat dilihat dalam bagan berikut: /m/, /e/, /j/, /a/ (signifian) meja‘sejenis perabot rumah tangga’.

C.    JENIS MAKNA
Bahasa digunakan untuk berbagai keperluan dalam kehidupan bermasyarakat, maka makna bahasa itu pun menjadi bermacam-macam bila dilihat dari segi atau pandangan yang berbeda.

1.      Makna Lesikal adalah makna yang ada pada lekse atau kata meski tanpa konteks apapun (makna sebenarnya sesuai hasil observasi indra manusia).

2.      Makna Gramatikal adalah makna yang terbentuk dari proses afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi. Contoh:  ber+baju mempunyai makna ’mengenakan baju’

3.      Makna Kontekstual adalah makna kata yang berada di dalam satu konteks. Misalnya, makna kata kepala pada kalimat-kalimat berikut:

a.       Rambut di kepala nenek telah berwarna putih.

b.      Nomor telepon ada pada kepala surat itu.

4.      Makna Referensial dan Non-referensial
Sebuah kata disebut bermakna referensial bila mempunyai acuan. Kata-kata seperti kuda, gambar, dan merah bermakna referensial karena mempunyai acuan di dunia nyata. Sedangkan kata seperti dan, atau, karena tidak mempunyai acuan sehingga bermakna non-referensial.

5.      Makna Denotatif
adalah makna asli atau sebenarnya yang dimiliki sebuah kata, sehingga makna denotatif hampir sama dengan makna leksikal.

6.      makna konotatif
adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa. Umpamanya kata kurus, ramping, dan kerempeng sebenarnya mempunyai makna yang sama, tetapi ketiganya mempunyai konotasi yang berbeda.

7.      Makna Konseptual
Adalah makna yang dimiliki oleh sebuah kata terlepas dari konteks atau asosiasi apapun.

8.      Makna Asosiatif
adalah makna yang dimiliki oleh sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu di luar bahasa. Misalnya kata merah berasosiasi dengan ’berani’.

9.      Makna Kata dan Makna Istilah
Pada awalnya makna yang dimiliki sebuah kata adalah makna denotatif, leksikal, atau konseptual. Namun dalam penggunaannya makna kata baru menjadi jelas bila sudah berada di dalam konteks kalimat atau situasinya. Berbeda dengan kata, istilah mempunyai makna yang sudah pasti walaupun tidak berada dalam konteks kalimat

10.  Makna Idiom.
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya. Idiom dibedakan menjadi dua, yaitu:

·         Idiom penuh yaitu bila unsur-unsurnya sudah melebur menjadi satu kesatuan, misalnya, membanting tulang’ dan ’meja hijau’.

·         Idiom sebagian yaitu idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikalnya sendiri. Misalnya ’buku putih’ yang berarti ’buku yang memuat keterangan resmi mengenai suatu kasus’.

11.  Makna Peribahasa
Peribahasa mempunyai makna yang masih dapat diketahui dari makna unsur-unsurnya karena ada asosiasi antara makna asli dengan maknanya dalam peribahasa. Umpamanya peribahasa ’seperti kucing dengan anjing’ yang bermakna ’dua orang yang tak pernah akur’.



D. Relasi Makna
Adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lain.

1.      Sinonim
Adalah hubungan yang bersifat dua arah yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu kata dengan kata yang lain.

2.      Antonim
Adalah hubungan yang bersifat dua arah yang menyatakan pertentangan makna antara kata satu dengan yang lain. Antonim dibedakan menjadi:

· Antonim yang bersifat mutlak, misalnya hidup >< mati.

· Antonim yang bersifat relatif, misalnya besar >< kecil.

· Antonim yang bersifat relasional, misalnya suami >< istri.

· Antonim yang bersifat hirearkial, misalnya gram >< kilogram.

· Antonim Majemuk, misalnya berdiri mempunyai lawan kata; duduk, tidur, tiarap, jongkok.

3.      Polisemi
Yaitu kata yang mempunyai makna lebih dari satu. Umpamanya, kata kepala mempunyai makna (1) bagian tubuh manusia; (2) ketua/pemimpin; (3) bagian penting.

4.      Homonimi
Yaitu dua buah kata yang mempunyai bentuk yang sama tetapi maknanya berbeda. Misalnya kata ‘bisa’ yang berarti ‘racun ular’ dengan kata ‘bisa’ yang berarti ‘sanggup’.

5.      Hiponimi
Adalah hubungan antara sebuah kata yang maknanya tercakup dalam makna kata yang lain. Misalnya:burung

6.      Ambigu atau Ketaksaan
      Adalah gejala terjadinya kegandaan makna karena tafsiran gramatikal yang berbeda. Misalnya, ’buku sejarah baru’ dapat berarti ’buku sejarah yang baru’ atau ’buku yang memuat sejarah baru’
.
7.      Redundansi
Yaitu berlebih-lebihan dalam menggunakan unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran. Misalnya, ’bola itu ditendang oleh Dika’ menggunakan kata oleh yang dianggap redundans.

E.     PERUBAHAN MAKNA
Secara diakronis makna kata dapat berubah dalam waktu relatif lama. Hal ini disebabkan oleh faktor perkembangan bidang ilmu dan teknologi, sosial budaya, perkembangan pemakaian kata, pertukaran tanggapan indra dan adanya asosiasi. Kata dapat mengalami penyempitan makna, misalnya kata ’sarjana’. Kata juga dapat mengalami perluasan makna, misalnya kata ’ibu’ atau kata ’bapak’.

F.     MEDAN MAKNA DAN KOMPONEN MAKNA
Kata-kata yang berada dalam satu kelompok disebut kata-kata yang berada dalam satu medan makna. Sedankan usaha untuk menganalisis unsur-unsur yang dimilikinya disebut analisis komponen makna.

1.      Medan Makna
adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari realitas di alam semesta tertentu, misalnya, nama-nama warna.
2.      Komponen Makna
Setiap kata mempunyai komponen yang membentuk keseluruhan makna kata itu. Contoh analisis komponen makna yaitu: Komponen makna   Ayah dan Ibu, Manusia dan Hewan.



























Tidak ada komentar:

Posting Komentar