FONOLOGI.
A.
Pengerian Fonologi
Fonologi
adalah ilmu bahasa yang membahas tentang alat ucap manusia, dan di Bidang
linguistic fonologi adalah ilmu yang mempelajari, menganalisis dan membicarakan
runtunan bunyi-bunyi bahasa. Menurut objek studinya, fonologi dibagi menjadi:
Fonetik
Fonetik yaitu
cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah
bunyi-bunyi itu mempunyai fungsi sebagai pembeda makna/tidak. Fonetik akan
berusaha mendeskripsikan perbedaan bunyi-bunyi itu serta menjelaskan
sebab-sebabnya. Beberapa urutan terjadinya proses fonetik sebagai berikut;
a.
Fonetik artikulatoris disebut juga fonetik
organis/fonetik fisiologis
Mempelajari
bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi
bahasa serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan. Dan fonetik
artikulatoris adalah jenis fonetik yang paling berurusan dengan dunia
linguistik karena fonetik ini berkenaan dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi
bahasa itu dihasilkan atau diucapkan manusia.
b.
Fonetik akustik
yaitu memperlajari
bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam. Bunyi-bunyi itu
diselidiki frekuensi getarannya, amplitudonya, intensitasnya dan timbrenya. Dan fonetik akustik ini lebih berkenaan
dengan bidang fisika.
c. Fonetik auditoris
mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan
bunyi bahasa itu oleh telinga kita. Dan fonetik auditoris ini lebih berkenaan
dengan bidang kedokteran.
B. Klasifikasi Vokal
Bunyi vokal biasanya diklasifikasikan dan
diberi nama berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut. Posisi lidah bisa
bersifat vertikal bisa bersifat horizontal. Secara vertikal dibedakan adanya
vokal tinggi (I dan u), vokal tengah (e dan o) dan vokal rendah (a). Secara
horizontal dibedakan adanya vokal depan (i dan e), vokal pusat (ә), dan vokal
belakang (u dan o).
C. Diftong dan Vokal Rangkap
Disebut diftong atau vokal rangkap karena
posisi lidah ketika memproduksi bunyi ini pada bagian awalnya dan bagian
akhirnya tidak sama. Diftong sering dibedakan berdasarkan letak atau posisi
unsur-unsurnya, sehingga dibedakan adanya diftong naik dan diftong turun.
Diftong naik atau diftong turun ditentukan berdasarkan kenyaringan (sonoritas)
bunyi itu.
D. Klasifikasi Konsonan
Bunyi-bunyi konsonan biasanya dibedakan
berdaasarkan tiga patokan atau kriteria, yaitu posisi pita suara, tempat
artikulasi, dan cara artikulasi. Tempat artikulasi tidak lain daripada alat
ucap yang digunakan dalam pembentukan bunyi itu. Berdasrkan tempat
artikulasinyakita mengenal antara lain, konsonan :
1. bilabial, yaitu konsonan yang terjadi
pada kedua belah bibir bawah merapat pada bibir atas. Yang termasuk konsonan
bilabial ini adalah bunyi [b], [p], dan [m].
2. labiodental, yakni konsonan yang
terjadi pad gigi bawah dan bibir atas; gigi bawah merapat pada bibir atas. Yang
termasuk konsonan labiodental adalah bunyi [f] dan [v].
3. laminoalveolar, yaitu konsonan yang
terjadi pada daun lidah dan gusi; dalam hal ini, daun lidah menempel pada gusi.
Yang termasuk konsonan laminoveolar adalah bunyi [t] dan [d].
4. dorsovelar, yaitu konsonan yang terjadi
pada pangkal lidah dan velum atu langit-langit lunak. Yang termasuk konsonan
dorsovelar adalah bunyi [k] dan [g].
E. Unsur Suprasegmental
Dalam arus ujaran itu ada bunyi
yang dapat disegmentasikan, sehingga disebut bunyi segmental; tetapi yang berkenaan
dengan keras lembut, panjang pendek, dan jeda bunyi tidak dapat
disegmentasikan. Bagian dari bunyi tersebut disebut bunyi suprasegmental atau
prosodi.
F. Tekanan atau Stres
Tekanan menyangkut masalah keras
lunaknya bunyi. Suatu bunyi segmental yang diucapkan dengan arus udara yang
kuat sehingga menyebabkan amplitudonya melebar, pasti dibarengi dengan tekanan
keras. Sebaliknya, sebuah bunyi segmental yang diucapkan dengan arus udara yang
tidak kuat sehingga amplitudonya menyempit, pasti dibarengi dengan tekanan
lunak.
Fonemik
Fonemik yaitu cabang studi
fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi
tersebut sebagai pembeda makna.
1. Alofon
Alofon-alofon dari sebuah fonem mempunyai
kemiripan fonetis, artinya banyak mempunyai kesamaan dalam pengucapannya.
Tentang distribusinya, mungkin bersifat komplementer atau bebas. Distribusi
komplementer atau saling melengkapi adalah distribusi yang tempatnya tidak bisa
dipertukarkan, meskipun diperlukan tidak akan menimbulkan perbedaan makna,
sifatnya tetap pada lingkungan tertentu. Sedangkan distribusi bebas adalah
bahwa alofon-alofon itu boleh digunakan tanpa persyaratan lingkungan bunyi
tertentu. Alofon adalah realisasi dari fonem. Fonem bersifat abstrak karena
fonem itu hanyalah abstraksi dari alofon atau alofon-alofon itu.
2. Perubahan Fonem
Ucapan sebuah fonem dapat
berbeda-beda sebab sangat tergantung pada lingkungannya, atau ada fonem-fonem
lain yang berada di sekitarnya. Namun, perubahan yang terjadi pada kasus fonem
/o/ bahasa Indonesia itu bersifat fonetis, tidak mengubah fonem /o/ itu menjadi
fonem lain.
3. Fonem dan Grafem
Fonem adalah satuan bunyi bahasa
terkecil yang fungsional atau dapat membedakan makna kata. Ini dapat dicari
dari dua buah kata yang mirip, yang memiliki satu bunyi yang berbeda. Fonem
dianggap sebagai konsep abstrak. Dalam studi fonologi, alofon-alofon yang
merealisasikan sebuah fonem itu dapat dilambangkan secara akurat dalam wujud
tulisan atau transkripsi fonetik. Yang paling tidak akurat adalah transkripsi
ortografis, yakni penulisan fonem-fonem suatu bahasa menurut sistem ejaan yang
berlaku pada suatu bahasa.
MORFOLOGI
A. Pengertian Morfologi
Morfologi adalah bagian dari tata
bahasa yang membahas tentang bentuk-bentuk, disini harus
membandingkan bentuk tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain.
Kalau bentuk tersebut ternyata bisa hadir secara berulang-ulang dengan bentuk
lain, maka bentuk tersebut adalah sebuah morfem, Jadi kesamaan arti dan
kesamaan bentuk merupakan ciri atau identitas sebuah morfem.
B. Identifikasi Morfem
Untuk menentukan sebuah bentuk
adalah morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut di dalam
kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain.
Kalau bentuk tersebut bisa hadir secara
berulang-ulang dengan bentuk lain, maka bentuk tersebut adalah sebuah morfem.
Contoh 1: Kedu, Kelima,Ketiga, Bentuk ke pada
daftar di atas mempunyai makna yang sama, yaitu menyatakan tingkat atau
derajat. Dengan demikian bentuk ke pada daftar di atas disebut sebagai morfem.
Contoh 2 : Ke pasar, Ke kampus,Ke dapur,Contoh
ke pada daftar di atas mempunyai makna yang sama, yaitu menyatakan arah atau
tujuan. Dengan demikian ke pada daftar di atas adalah sebuah morfem.
C. Morf dan Alomorf
Morf dan Alomorf adalah dua buah
nama untuk sebuah bentuk yang sama.
a. Morf adalah nama untuk semua
bentuk yang belum diketahui statusnya.
b. Alomorf adalah nama untuk bentuk
tersebut kalau sudah diketahui status morfemnya, atau dapat disebut juga
bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama. Contoh: melihat,
membawa, mendengar, menyanyi, menggali, mengelas.
Pada contoh tersebut terdapat
kesamaan makna walaupun bentuk agak berbeda dari bentuk me –, mem –, men –,
meny –, meng –, menge –. Bentuk-bentuk ini disebut sebagai alomorf dan disebut
morfem meN – (dibaca: me – nasal; N besar melambangkan nasal).
Morfem awalan me- dalam bahasa
Indonesia mempunyai beberapa buah morfem, yaitu : me-, mem-, meny-, dan menge-,
distribusinya :
a. me- : melihat pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan
/l/
merasa : pada bentuk dasar yang
fonem awalnya konsonan /r/
b. mem- : membaca pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan
/b/
membantu: pada bentuk dasar yang
fonem awalnya konsonan /p/
c. men- : mendengar pada bentuk dasar
yang fonem awalnya konsonan /d/
menduda : pada bentuk dasar yang
fonem awalnya konsonan /t/
d. meny- : menyanyi pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan
/s/
menyikat : pada bentuk dasar yang fonem awalnya
konsonan /s/
e. meng- : menggali pada bentuk dasar yang
fonem awalnya konsonan /g/
menggoda : pada bentuk dasar yang fonem awalnya
konsonan /k/
f. menge- : mengelas pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan
e kasuku
mengetik
pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan e kasuku
D. Klasifikasi Morfem
Morfem dalam setiap bahasa dapat diklasifikasikan
berdasarkan kebebasannya, keutuhannya, maknanya, sebagai berikut:
1.
Morfem
BebasMorfem bebas
adalah morfem yang tanpa
kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Contoh: pulang, makan,
rumah, dan bagus.
2. Morfem
terikat.
adalah
morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam
pertuturan. Contoh: Semua afiks dalam
bahasa Indonesia adalah morfem
terikat.
3.. Morfem utuh
adalah morfem yang merupakan satu
kesatuan yang utuh. Contoh: {meja}, {kursi}, {kecil}, {ter – }, {ber – },
{henti}.
4. Morfem Terbagi
adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua buah
bagian yang terpisah. Contoh: kesatuan → terdiri dari satu morfem utuh yaitu
{satu} dan satu morfem terbagi yakni {ke – / – an} N
SINTAKSIS
A. Pengertian sintaksis
Morfologi dan sintaksis adalah
bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut tata bahasa dan
gramatikal. Karena perbedaan keduanya tidak terlihat jelas maka muncul
morfosintaksis. Morfosintaksis adalah gabungan dari morfologi dan sintaksis,
untuk menyebut keduanya sebagai bidang satu pembahasan. Morfologi membicarakan
struktur internal kata, sedangkan sintaksis membicarakan kata dalam hubungannya
dengan kata lain sebagai suatu satuan ujaran.
Sintaksis berasal dari bahasa
Yunani yaitu “Sun” = dengan, “Tattein” = menempatkan. Sintaksis berarti
menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata/kalimat.
Pembahasan dalam sintaksis :
1) Struktur sintaksis, mencakup
masalah fungsi, kategori, dan pesan sintaksis serta alat-alat yang digunakan
dalam membangun struktur itu.
2) Satuan-satuan sintaksis yang
berupa kata, frase, klausa, kaliman dan wacana.
3) Hal-hal yang berkenaan dengan
sintaksis, seperti masalah modus, aspek, dsb.
B. STRUKTUR SINTAKSIS
Ada beberapa kelompok dalam
sintaksis
1. Kelompok pertama yaitu subyek,
predikat, obyek dan keterangan adalah kelompok fungsi sintaksis.
2. Kelompok kedua yaitu nomina, verba,
ajektiva dan numeralia adalah peristilahan dengan kategori sintaksis.
3. Kelompok ketiga yaitu pelaku,
penderita dan penerima adalah peristilahan yang berkenaan dengan peran
sintaksis.
Menurut Verhaar (1978) fungsi
sintaksis terdiri dari S, P, O, K merupakan kotak-kotak kosong atau tempat
kosong yang tidak mempunyai arti apa-apa karena kekosongannya. Contoh: Nenek
melirik kakek tadi pag i=S P O K
Nomina verba nomina nomina
Kata nenek memiliki peran “pelaku” atau
agentif, melirik mempunyai peran “aktif”, kakek memiliki peran “sasaran”, tadi
padi memiliki peran “waktu”.
Fungsi sintaksis tidak harus selalu berurutan S, P, O, dan K.
Urutannya harus selalu tidak adalah fungsi P
dan O. Keempat fungsi itu tidak harus selalu ada pada setiap fungsi sintaksis. fungsi-fungsi
mana yang bisa tidak muncul dan fungsi-fungsi mana yang harus selalu muncul,
sehingga konstruksi tersebut bisa disebut sebagai sebuah struktur sintaksis.
Menurut chafe (1970) menyatakan bahwa yang
paling penting dalam struktur sintaksis adalah fungsi predikat. Bagi Chafe
predikat harus berupa verba, atau kategori lain yang diverbakan. Verba yang
transitif memunculkan fungsi obyek dan verba yang menyatakan lokasi dan akan
pula memunculkan fungsi keterangan yang berperan lokatif. Dalam bahasa Indonesia
urutan kata sangat penting tapi dalam bahasa Latin urutan kata tidak diperlukan
karena yang memegang peranan penting dalam sintaksis bukan urutan tapi bentuk
katanya.
sintaksis
dalam bahasa tulis tidak dapat digambarkan secara akurat dan teliti
sehingga timbul salah paham dalam intonasi. Intonasi dalam bahasa Indonesia itu
penting untuk memahami dari suatu kalimat. Contoh: Kucing / makan tikus mati.
Akan berbeda arti dari :Kucing makan tikus / mati
Kesalahanpahaman terhadap suatu konstruksi sebagai
akibat dari kesalahan dalam pemberian tekanan. Konstruksi ambigu/ganda adalah
konstruksi yang bisa bermakna ganda sebagai akibat dari tafsiran gramatikal
yang berbeda.
C.
Kata Sebagai Satuan Sintaksis
Dalam tataran sintaksis kata merupakan satuan
terkecil yang menjadi komponen pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar
yaitu frase. Ada
2 macam kata : kata penuh (full word) dan kata tugas (function word). Kata
penuh adalah kata yang secara leksikal memiliki makna, mempunyai kemungkinan
untuk mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup dan tidak dapat
bersendiri sebagai sebuah satuan tuturan.
Kata tugas
adalah kata yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak mengalami proses
morfologi, merupakan kelas tertutup dan tidak dapat bersendiri.
Kata penuh : nomina, verba, adverbia, dan numeralia, ajektifa.
Kata tugas : kata-kata yang berkategori
preposisi dan konjungsi
Kata tugas selalu terikat kata yang ada di
belakangnya.
Kata-kata yang termasuk kata penuh
dapat mengisi salah satu fungsi sintaksis dapat pula berdiri sendiri sebagai
jawaban, atau kalimat perintah atau kalimat minor lainnya
D. Pengertian
Frase
Frase adalah
satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif atau
lazim disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam
kalimat. karena frasa adalah satuan gramatikal bebas terkecil, maka frase
berupa morfem bebas, bukan morfem terikat. Frase tidak terdiri dari subyek – predikat atau predikat – objek.
Karena frase merupakan salah satu fungsi sintaksis maka frase tidak dapat
dipindah sendirian harus digunakan secara keseluruhan. Contoh: kamar mandi,
tidak boleh dipisah kamar dan mandi.
Perbedaan frase dan kata majemuk yaitu :
· Kata majemuk: komposisi yang
memiliki makna baru atau memiliki satu makna, merupakan
morfem terikat.
· Frase : tidak memiliki makna baru
melainkan merupakan fungsi sintaksis dan makna gramatikal,
merupakan morfem bebas yang benar-benar berstatus kata.
Contoh: - Meja hijau : pengadilan (kata majemuk)
-
Meja saya : saya punya meja (frase)
E.
Jenis Frase
1. Frase Eksontrik
Adalah
frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama
dengankeseluruhannya. Frase ini dapat mengisi fungsi keterangan. Contoh: Ayah
berdagang di pasar. Komponen di- maupun komponen pasar tidak dapat berdiri
sendiri mengisi kata keterangan.
Frase Eksosentrik dibedakan menjadi 2:
a. Frase eksosentrik yang direktif, komponen pertamanya berupa preposisi seperti
di, ke, dan dari, komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata yang berkategori
nomina. Karena komponen pertama berupa preposisi maka disebut juga frase
preposisional.Contoh: di pasar, dari kertas
b. Frase eksosentrik nondirektif: komponen
pertamanya artikulus (sebutan) komponen ke dua berupa kata/kelompok kata
kategori nomina, ajektifa, atau verba. Misal: si miskin, sang mertua.
2.
Frase Endosentrik
adalah frase
yang salah satu unsurnya atau komponennya memiliki perilaku sintaksis yang sama
dengan keseluruhannya (satu komponen dapat menggantikan keseluruhannya) Contoh:
Harga buku itu murah sekali. Kata lain dari frase endosentrik (modifikatif)
yaitu frase subordinatif karena salah satu komponennya yaitu yang merupakan
inti frase berlaku sebagai komponen atasan, komponen lainnya : komponen yang
membatasi (komponen bawahan) Contoh: sedang membaca teh celup
Frase dilihat dari kategori intinya yaitu :
a. Frase nominal : frase endosentrik yang
intinya berupa nomina atau pronomina. Contoh: sepeda motor.
b. Frase verbal : frase yang intinya
berupa kata verba.
Contoh: sudah mandi, sedang makan.
c. Frase ajektiva : frase endosentrik yang
intinya berupa kata ajektiva
Contoh: sangat cantik, merah jambu, dll.
d. Frase numeralia : frase endosentrik
yang intinya berupa kata numeral
Contoh: tiga
belas, dua puluh, dll.
3.
Frase koordinatif
Adalah frase
yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama atau
sederajat dan secara potensial dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinatif
baik yang tunggal seperti: dan, atau, maupun konjungsi terbagi seperti baik . .
. baik, makin . . . makin, dan baik . . . maupun. Contoh: sehat dan kuat, makin
terang makin baik, dll. Frase koordinatif tidak menggunakan konjungsi secara
eksplisit disebut frase parataksis. Contoh: hilir mudik, sawah ladang, dll.
4.
Frase Apositif
Adalah frase
koordinatif yang kedua komponennya saling merujuk sesamanya dan oleh karena itu
urutan komponen dapat dipertukarkan. Contoh:
1.
Pak Ahmad, guru saya, rajin sekali
2.
Guru saya, Pak Ahmad, rajin sekali.
F. Perluasan
Frase
Frase dapat
diperluas artinya frase dapat diberi tambahan komponen baru sesuai dengan
konsep atau pengertian yang akan ditampilkan.
Contoh: FKereta api
FKereta
api ekspres
FKereta
api ekspres malam
Faktor yang menyebabkan perluasan
frase :
1. Harus
disesuaikan dengan konsep atau pengetahuan yang ditampilkan
2. Karena
pengungkapan konsep kala, modalitas, aspek, jenis, jumlah, ingkar dan pembatas
tidak dinyatakan dalam afiks seperti bahasa fleksi melainkan dinyatakan dengan
unsur leksikal.
3. Keperluan
untuk memberi deskripsi terperinci terhadap suatu konsep.
G. KLAUSA
Klausa adalah
runtunan kata-kata yang berkonsentrasi predikatif. Artinya di dalam konstruksi itu ada komponen
berupa kata atau frase yang berfungsi sebagai predikat dan lain sebagai subyek,
sebagai objek dan sebagai keterangan.
Klausa Verbal adalah klausa yang predikatnya
berkategori verba. Berdasarkan tipe verba. Klausa verbal dibagi yaitu:
1) Klausa transitif : klausa yang
predikatnya berupa verba transitif.
Contoh: nenek menulis surat.
2) Klausa intransitif : klausa yang
predikatnya berupa verba intransitif
Contoh: adik menangis.
3) Klausa refleksif : klausa yang
predikatnya berupa verba refleksi
Contoh: kakek sedang mandi
4) Klausa resiprokal : klausa yang
predikatnya berupa verba resiprokal
Contoh: keduanya bersalaman.
Klausa nominal adalah klausa yang predikatnya berupa
nominal/frase nominal. Contoh: dia dulu dosen di UNRI. Tapi kalimat yang
menggunakan kata adalah / ialah bukan merupakan klausa nominal tetapi verba
kopula.
1. Klausa ajektiva adalah klausa yang
predikatnya berupa ajektiva.
2. Klausa adverbial adalah klausa yang
predikatnya berupa adverbia. Contoh: bandelnya teramat sangat.
3. Klausa preposisional adalah klausa yang
predikatnya berupa frase preposisi.
4. Klausa numeral adalah klausa yang
predikatnya berupa kata/frase numeralia.
5. Klausa berpusat adalah klausa yang
subyeknya terikat pada predikatnya
H.
KALIMAT
Kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun
dari konstituen dasar yang biasanya berupa klausa, dilengkapi konjungsi, serta
disertai intonasi final.
Jenis Kalimat
1. Kalimat Inti dan Kalimat Non Inti
Kalimat inti (kalimat dasar) adalah
kalimat yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap bersifat deklaratif, aktif
atau netral dan afirmatif.
Kalimat inti + proses transformasi =
kalimat non inti, Kalimat noninti terjadi karena kalimat inti ditambah proses
transformasi.
2. Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya
terdiri dari satu klausa. Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri dari 2
klausa atau lebih.
Kalimat majemuk dibagi menjadi 3 :
a. Kalimat majemuk koordinatif adalah
kalimat majemuk yang klausa-klausanya memiliki status yang sama atau sederajat.
b. Kalimat majemuk subordinatif adalah
kalimat majemuk yang klausa-klausanya memiliki status tidak sederajat.
Konjungsinya: kalau, ketika, meskipun, karena, namun.
c. Kalimat majemuk kompleks adalah kalimat
majemuk yang terdiri dari 3 klausa atau lebih, mengandung kalimat majemuk
koordinatif dan subordinatif.
3. Kalimat mayor adalah kalimat yang
klausanya sekurang-kurangnya memiliki memiliki unsur subyek dan predikat.
4. Kalimat minor adalah kalimat yang
klausanya hanya terdiri subyek saja, predikat, obyek atau keterangan saja.
biasanya merupakan jawaban suatu pertanyaan.
5. Kalimat verbal adalah kalimat yang
predikatnya berupa kata/frase yang berkategori verba.Kalimat verbal ada bermacam-macam
jenis antara lain:
a. Kalimat
transitif adalah kalimat yang predikatnya berupa verba yang biasanya diikuti
oleh sebuah obyek kalau verba tersebut bersifat monotransitif dan diikuti oleh
2 obyek kalau verba tersebut bersifat bitransitif.
b. Kalimat intransitif adalah kalimat yang
predikatnya berupa verba yang tidak memiliki objek.
6. Kalimat aktif adalah kalimat yang
predikatnya berupa kata kerja aktif, ditandai dengan prefiks me- dan memper-
7. Kalimat pasif adalah kalimat yang
predikatnya berupa kata kerja pasif, ditandai dengan prefiks di- dan diper-
8. Kalimat aktif anti pasif dan kalimat
pasif anti aktif karena adanya kalimat aktif yang tidak bisa dipasifkan dan
kalimat pasif yang tidak bisa diaktifkan.
9. Kalimat dinamis adalah kalimat yang
predikatnya berupa verba yang secara semantis menyatakan tindakan atau gerakan.
10. Kalimat nonverba adalah kalimat yang
predikatnya bukan verba.
11. Kalimat bebas dan kalimat terikat
Kalimat bebas adalah kalimat yang
mempunyai potensi untuk menjadi ujaran lengkap atau dapat memulai sebuah
paragraf atau wacana tanpa bantuan kalimat atau konfeks lain yang
menjelaskannya.
Kalimat terikat adalah kalimat
yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai ujaran lengkap atau menjadi pembuka
paragraf atau wacana tanpa bantuan konteks konjungsi yang digunakan maknanya,
oleh karena itu dan jadi.
I.
Intonasi Kalimat
Tekanan, nada, atau tempo bersifat fonemis pada
bahasa tertentu. Artinya
: ketiga unsur suprasegmental dapat membedakan makna kata karena berlaku
sebagai fonem. Dalam bahasa Indonesia intonasi hanya berlaku pada tataran
sintaksis.
Intonasi merupakan ciri utama yang
membedakan sebuah kalimat dari sebuah klausa sebab bisa dikatakan kalimat minus
intonasi sama dengan klausa, jadi jika sebuah kalimat ditanggalkan bisa menjadi
klausa. Contoh intonasi,Bacalah buku itu !. Tekanan berbeda menyebabkan
intonasi yang berbeda sehingga menimbulkan arti yang berbeda pula.
J. WACANA
Wacana adalah
satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan
gramatikal tertinggi atau terbesar.Kekoherensian yaitu adanya keserasian
hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana tersebut.
Kekoherensian wacana dilakukan
dengan :
1.
Mengulang kata kunci
2.
Menggunakan konjungsi
3.
Menggunakan kata ganti
Jenis Wacana
Jenis wacana berkenaan sarananya:
1.
Wacana lisan
2.
Wacana tulisan
Jenis wacana dilihat dari
penggunaan bahasa
1.
Wacana prosa
2.
Wacana puisi
Wacana puisi ini dilihat dari
penyampaian isinya dibedakan
menjadi:
1. Wacana narasi bersifat menceritakan
sesuatu topik atau hal.
2. Wacana eksposisi bersifat memaparkan
topik atau fakta.
3. Wacana persuasi bersifat mengajak,
menganjurkan atau melarang.
4. Wacana argumentasi bersifat memberi
argumen atau alasan terhadap sesuatu hal.
Etimologi
A. Pengerian Etimologi
Etimologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
perubahan dan perkembangan bentuk kata. Proses pembentukan atau perubahan kata
dengan segala masalahnya disebut dengan gejala bahasa.
Macam-Macam Perubahan Bentuk Kata
1. Asimilasi
Asimilasi adalah penyamaan dua fonem
yang berbeda menjadi sejenis.
Contoh: FAlsalam → assalam → asalam
FInmoral → immoral → imoral
2. Desimilasi
Perubahan dari dua fonem yang sama
menjadi tidak sama
Contoh : FCitta → cipta
FSajjana → sarjana
3. Diftongisasi
Proses suatu monoftong menjadi diftong
Contoh : FTeladan → Tauladan
FAnggota → Anggauta
4.
Monoftongisasi
Contoh
: FPantai → Pante
FPulau → Pulo
5.
Sandi
Pengubahan
dua vokal yang bukan diftong menjadi satu
Contoh: FSesajian → Sesajen
FKeratuan → Keraton
6.
Hapologi
Pengubahan
dua kata menjadi satu dengan menghilangkan satu silabis/suku kata ditengah kata
tersebut.
Contoh
: FBagai ini → begini
FTidak ada → tiada
7.
Metatesis
Pertukaran
letak fonem dalam suatu kata.
Contoh
: FApus → usap → sapu
FLebat → tebal
FBanteras → berantas
8.
Adaptasi
Penyesuaian
struktur bahasa asal ke dalam bahasa Indonesia
Contoh
: FVoorschot → persekot
FVanijjya → berniaga
9.
Kontaminasi
Bentuk
bahasa, yaitu dari dua ungkapan yang beelainan diturunkan suatu ungkapan baru
yang rancu.
Contoh
: FMembungkukkan kepala
FBerulangkali
SEMANTIK
A.
Pengertian Semantik
Semantik dengan objeknya yakni
makna merupakan unsur yang berada di semua tataran yang bangun-membangun
menyatakan bahwa semantik merupakan salah satu komponen dari tata bahasa (dua
komponen lain adalah Sintaksis dan Fonologi), dan makna kalimat sangat
ditentukan oleh komponen ini.
B.
Hakikat Makna
Menurut Ferdinand de Saussure setiap tanda linguistik terdiri dari
komponen signifian atau “yang mengartikan” yang berwujud runtutan bunyi, dan
komponen signifie atau “yang diartikan” berupa pengertian atau konsep.Umpamanya
tanda linguistik berupa meja dapat dilihat dalam bagan berikut: /m/, /e/, /j/,
/a/ (signifian) meja‘sejenis perabot rumah tangga’.
C.
JENIS MAKNA
Bahasa digunakan untuk berbagai keperluan dalam kehidupan bermasyarakat,
maka makna bahasa itu pun menjadi bermacam-macam bila dilihat dari segi atau
pandangan yang berbeda.
1.
Makna
Lesikal adalah makna yang ada pada lekse atau kata meski tanpa konteks apapun
(makna sebenarnya sesuai hasil observasi indra manusia).
2.
Makna
Gramatikal adalah makna yang terbentuk dari proses afiksasi, reduplikasi,
komposisi, atau kalimatisasi. Contoh:
ber+baju mempunyai makna ’mengenakan baju’
3.
Makna
Kontekstual adalah makna kata yang berada di dalam satu konteks. Misalnya, makna kata kepala pada
kalimat-kalimat berikut:
a.
Rambut
di kepala nenek telah berwarna putih.
b.
Nomor
telepon ada pada kepala surat itu.
4. Makna Referensial dan
Non-referensial
Sebuah kata disebut bermakna referensial bila mempunyai acuan. Kata-kata
seperti kuda, gambar, dan merah bermakna referensial karena mempunyai acuan di
dunia nyata. Sedangkan kata seperti dan, atau, karena tidak mempunyai acuan
sehingga bermakna non-referensial.
5.
Makna
Denotatif
adalah makna asli atau sebenarnya yang
dimiliki sebuah kata, sehingga makna denotatif hampir sama dengan makna
leksikal.
6.
makna
konotatif
adalah makna lain yang ditambahkan pada
makna denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa. Umpamanya kata kurus,
ramping, dan kerempeng sebenarnya mempunyai makna yang sama, tetapi ketiganya
mempunyai konotasi yang berbeda.
7.
Makna
Konseptual
Adalah makna yang dimiliki oleh sebuah kata
terlepas dari konteks atau asosiasi apapun.
8. Makna Asosiatif
adalah makna yang dimiliki oleh sebuah
kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu di luar bahasa.
Misalnya kata merah berasosiasi dengan ’berani’.
9. Makna Kata dan Makna Istilah
Pada awalnya makna yang dimiliki sebuah kata adalah makna denotatif,
leksikal, atau konseptual. Namun dalam penggunaannya makna kata baru menjadi
jelas bila sudah berada di dalam konteks kalimat atau situasinya. Berbeda
dengan kata, istilah mempunyai makna yang sudah pasti walaupun tidak berada
dalam konteks kalimat
10. Makna Idiom.
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari
makna unsur-unsurnya. Idiom dibedakan menjadi dua, yaitu:
·
Idiom
penuh yaitu bila unsur-unsurnya sudah melebur menjadi satu kesatuan, misalnya,
membanting tulang’ dan ’meja hijau’.
·
Idiom
sebagian yaitu idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikalnya
sendiri. Misalnya ’buku putih’ yang berarti ’buku yang memuat keterangan resmi
mengenai suatu kasus’.
11. Makna Peribahasa
Peribahasa mempunyai makna yang masih dapat diketahui dari makna
unsur-unsurnya karena ada asosiasi antara makna asli dengan maknanya dalam
peribahasa. Umpamanya peribahasa ’seperti kucing dengan anjing’ yang bermakna
’dua orang yang tak pernah akur’.
D. Relasi Makna
Adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu
dengan satuan bahasa yang lain.
1. Sinonim
Adalah hubungan yang bersifat dua arah yang menyatakan adanya kesamaan
makna antara satu kata dengan kata yang lain.
2. Antonim
Adalah hubungan yang bersifat dua arah yang menyatakan pertentangan
makna antara kata satu dengan yang lain. Antonim dibedakan menjadi:
· Antonim yang bersifat mutlak, misalnya hidup >< mati.
· Antonim yang bersifat relatif, misalnya besar >< kecil.
· Antonim yang bersifat relasional, misalnya suami >< istri.
· Antonim yang bersifat hirearkial, misalnya gram >< kilogram.
· Antonim Majemuk, misalnya berdiri mempunyai
lawan kata; duduk, tidur, tiarap, jongkok.
3. Polisemi
Yaitu kata yang mempunyai makna lebih dari satu. Umpamanya, kata kepala
mempunyai makna (1) bagian tubuh manusia; (2) ketua/pemimpin; (3) bagian
penting.
4. Homonimi
Yaitu dua buah kata yang mempunyai bentuk yang sama tetapi maknanya
berbeda. Misalnya kata ‘bisa’ yang berarti ‘racun ular’ dengan kata ‘bisa’ yang
berarti ‘sanggup’.
5. Hiponimi
Adalah hubungan antara sebuah kata yang maknanya tercakup dalam makna
kata yang lain. Misalnya:burung
6. Ambigu atau Ketaksaan
Adalah gejala terjadinya kegandaan makna
karena tafsiran gramatikal yang berbeda. Misalnya, ’buku sejarah baru’ dapat
berarti ’buku sejarah yang baru’ atau ’buku yang memuat sejarah baru’
.
7. Redundansi
Yaitu berlebih-lebihan dalam menggunakan unsur segmental dalam suatu
bentuk ujaran. Misalnya, ’bola itu ditendang oleh Dika’ menggunakan kata oleh
yang dianggap redundans.
E. PERUBAHAN MAKNA
Secara diakronis makna kata dapat berubah dalam
waktu relatif lama. Hal ini disebabkan oleh faktor perkembangan bidang ilmu dan
teknologi, sosial budaya, perkembangan pemakaian kata, pertukaran tanggapan
indra dan adanya asosiasi. Kata dapat mengalami penyempitan makna, misalnya
kata ’sarjana’. Kata juga dapat mengalami perluasan makna, misalnya kata ’ibu’
atau kata ’bapak’.
F. MEDAN MAKNA DAN KOMPONEN MAKNA
Kata-kata yang berada dalam satu kelompok disebut kata-kata yang berada
dalam satu medan makna. Sedankan usaha untuk menganalisis unsur-unsur yang
dimilikinya disebut analisis komponen makna.
1. Medan Makna
adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan
karena menggambarkan bagian dari realitas di alam semesta tertentu, misalnya,
nama-nama warna.
2. Komponen Makna
Setiap kata mempunyai komponen yang membentuk keseluruhan makna kata
itu. Contoh analisis komponen makna yaitu: Komponen makna Ayah
dan Ibu, Manusia dan Hewan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar